JAKARTA – Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Abdul Halim Iskandar mengungkap konsep smart village di Indonesia.
Pengembangan smart village dilakukan untuk meningkatkan produktivitas dan kegiatan ekonomi di perdesaan.
Hal tersebut dikatakan saat menjadi Narasumber pada Webinar yang diselenggarakan oleh ITU Asia Pasific Region di Jakarta, Kamis (25/6) malam.
ITU sendiri merupakan badan khusus PBB untuk Teknologi dan Komunikasi (TIK).
“Smart village mendukung tercapainya SDGs (Sustainable Development Goals) dan membantu desa-desa untuk berkembang, juga mengurangi kemiskinan pada saat bersamaan,” ujar Gus, sapaan akrabnya.
Gus Menteri mengatakan, terdapat enam pilar yang menjadi acuan dalam pelaksanaan smart village, di antaranya smart people; smart living; smart environment; smart government; smart economics, dan smart mobility.
Keenam pilar tersebut menunjukkan bagaimana Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi telah mencoba untuk melokalkan SDGs hingga tingkat akar rumput masyarakat perdesaan.
“Smart village adalah konsep dan alat yang kuat untuk menyelesaikan berbagai masalah,” ujar Mantan Ketua DPRD Jawa Timur ini.
Gus Menteri mengatakan, salah satu instrument utama pelaksanaan smart village adalah dana desa. Adapun total dana desa yang disalurkan sejak tahun 2015 hingga tahun 2020 berjumlah Rp329,65 Triliun.
Dana desa, lanjutnya, telah membangun berbagai fasilitas dan infrastruktur yang membantu kegiatan ekonomi dan peningkatan kualitas hidup masyarakat desa.
“Membantu kegiatan ekonomi seperti halnya dana desa telah membangun lebih dari 200.000 kilometer jalan baru, lebih dari 60.000 unit irigasi, dan sebagainya. Sedangkan untuk peningkatan kualitas hidup masyarakat seperti terbangunnya lebih dari 58.000 sumur air, dan masih banyak lagi,” kata Mantan Ketua DPRD Jombang ini.
Teks: Novri/Kemendes PDTT